IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MORAL
DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

Dosen Pembimbing :
Heru Totok Tri Wahono, S.Pd, M.Pd
Nama : Siti Nur Azizah
NIM : 142040
Kelas : Ekonomi 2014 A
PENDIDIKAN EKONOMI
STKIP PGRI JOMBANG
TAHUN AJARAN 2014 / 2015
JURNAL PENDIDIKAN INDONESIA
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MORAL
DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
ABSTRAK
Kerusakan moral pada peserta
didik disebabkan oleh kurangnya pendidikan nilai-nilai moralitas pada peserta
didik. Pendidikan moral dapat menjadi solusi dari permasalahan ini. Dengan
adanya Pendidikan moral, diharapkan manusia (peserta didik) dapat menerapkan
nilai-nilai moral atau sopan santun, norma-norma serta etika yang baik dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai bentuk tanggung jawab dari pendidikan di
sekolah, maka bagaimana mengimplementasikan pendidikan moral ini dalam proses
pembelajaran. Tulisan ini akan mencoba memberikan pemikiran yang berkaitan
dengan persoalan tersebut.
Kata Kunci:
implementasi, pendidikan moral, proses pembelajaran
PENDAHULUAN
Pendidikan
adalah sebuah proses untuk mengubah jati diri seorang peserta didik untuk lebih
maju. Nilai-nilai pendidikan sendiri adalah suatu makna dan ukuran yang tepat
dan akurat untuk mempengaruhi adanya pendidikan itu sendiri. Seperti telah kita
ketahui bahwa nilai-nilai pendidikan sekarang ini mengalami penurunan, hal ini
dibuktikan dengan perilaku peserta didik dewasa ini cenderung melupakan norma,
aturan, tata krama terlebih moralitas yang kurang baik yang disebabkan
kurangnya pendidikan nilai-nilai moralitas di bangku sekolah.
Kita
seringkali menyaksikan di banyak media massa, elektronik dan cetak, fenomena
tingkah laku amoral peserta didik dari tingkat SMP sampai SMA yang semakin hari
semakin meningkat, dari tindakan amoral yang paling ringan, seperti: membohong,
menipu, perilaku menyontek di sekolah, tidak menaati peraturan, mélanggar
norma, mencaci maki, dll., sampai pada tingkat yang paling menghawatirkan,
mencemaskan dan meresahkan orang tua dan masyarakat, bahkan mengganggu
ketertiban umum, kenyamanan, ketenteraman, dan kesejahteraan, serta merusak
fasilitas umum, seperti: mencuri, menodong/merampok, menjambret, memukul,
tawuran pelajar, tindak kekerasan, criminal, demonstrasi yang anargis, mabuk,
dan bahkan sampai membunuh, serta mutilasi. Selain itu, banyak juga di kalangan
peserta didik yang sudah mulai menggunakan obat-obatan terlarang seperti
narkoba. Pendek kata perilaku amoral ini mengancam keselamatan fisik dan jiwa
diri mereka dan orang lain.
Untuk mengatasi
hal tersebut, maka diperlukan suatu tindakan sedini mungkin. Dalam hal ini,
pendidikan moral dapat menjadi solusi dari permaslahan ini. Pendidikan moral
dapat ditanamkan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan moral dalam
keluarga dapat diberikan oleh orang tua, namun pendidikan moral di keluarga
saja tidak cukup. Oleh karena itu, sekolah dapat menjadi tempat dalam
menanamkan pendidikan moral ini. Guru dapat mengajarkan pendidikan moral ini
saat proses pembelajaran. Hal ini ditujukan agar siswa selain mendapatkan
pengetahuan akademik juga mendapatkan pengetahuan moral yang baik.
Pendidikan
moral perlu menjadi prioritas dalam kehidupan. Adanya panutan nilai, moral, dan
norma dalam diri manusia dan kehidupan akan sangat menentukan totalitas diri
individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial, dan kehidupan individu.
Pendidikan
moral secara kependidikan diperlukan bukan hanya substansi yang semata-mata
diajarkan, tetapi lebih mendasar sebagai interaksi sosial budaya dan edukatif
antara siswa dengan seluruh unsur pendidikan yang ada di sekolah dan
masyarakat, yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya serta terwujudnya
individu yang bermoral baik.
Mengacu
pada kondisi tersebut, maka permasalahan yang berkaitan dengan hal tersebut
dirumuskan sebagai berikut. Apa yang di maksud dengan pendidikan moral?
Bagaimana implementasi pendidikan moral pada proses pembelajaran?
PEMBAHASAN
Pengertian
Pendidikan Moral
Pendidikan
didefinisikan sebagai humanisasi (upaya memanusiakan manusia), yaitu suatu
upaya dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar mampu hidup sesuai
dengan martabat kemanusiaannya (Wahyudin, 2009: 1.29). Artinya, bahwa
pendidikan menjadi usaha untuk membuat manusia (peserta didik) menjadi
seseorang yang lebih baik, bermartabat, bermoral dan berbudi pekerti yang baik
bukan malah sebaliknya. Pendidikan menjadi sarana untuk mengubah perilaku
manusia menjadi lebih baik. Pendidikan didapatkan dari lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat. Pendidikan yang pertama kali diberikan adalah dari
lingkungan keluarga kemudian sekolah dan masyarakat.
Istilah
Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang
sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’,
maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata
tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau
arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’
adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. (Massofa, 2008 [on line]).
K.
Bertens, mengungkapkan bahwa moral itu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Makna yang hampir sama untuk kata moral juga ditampilkan oleh Lorens Bagus,
mengungkapkan antara lain, menyangkut kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang
sebagai baik/buruk, benar/salah, tepat/tidak tepat, atau menyangkut cara
seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan orang lain (Mansur, 2006).
Dari
definisi diungkap di atas tercermin, bahwa kata moral itu, paling tidak
memuat dua hal yang amat pokok yakni, 1) sebagai cara seseorang atau kelompok
bertingkah laku dengan orang atau kelompok lain, 2) adanya norma-norma atau
nilai-nilai yang menjadi dasar bagi cara bertingkah laku tersebut (Mansur, 2006).
Pendidikan
moral mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan, dan perilaku yang
baik, jujur, dan penyayang dapat dinyatakan dengan istilah bermoral. Tujuan
utama pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang otonom, yang memahami
nilai-nilai moral dan memiliki komitmen untuk bertindak konsisten dengan
nilai-nilai tersebut. Pendidikan moral mengandung beberapa komponen, yaitu
pengetahuan tentang moralitas, penalaran moral, perasaan kasihan dan
memerhatikan kepentingan orang lain, serta tendensi moral (Zuchdi, 2010:43).
Dari
penjelasan di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan moral adalah suatu upaya
dalam rangka membantu manusia (peserta didik) untuk menanamkan
nilai-nilai moral atau sopan santun, norma-norma serta etika yang baik
dalam kehidupan sehari-hari sehingga terbentuk individu yang otonom, yang
memahami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen untuk bertindak secara
konsisten. Pendidikan moral biasanya diberikan dalam lingkungan keluarga yang
diajarkan dari orang tua sampai anggota keluarga lainnya. Selain itu,
pendidikan moral ini dapat diberikan saat di sekolah melalui kegiatan
pembelajaran atau kegiatan ekstakurikuler. Selain dalam keluarga dan sekolah,
pendidikan moral juga didapatkan dari lingkungan masyarakat seperti kegiatan pengajian,
sukarelawan bencana alam, dan lain-lain.
Implementasi
Pendidikan Moral dalam Proses Pembelajaran
Pendidikan
moral berdasarkan teori perkembangan moral oleh Kohlberg disebut pendekatan
kognitif. Peran guru dalam hal ini ada dua macam, yaitu (1) menciptakan konflik
negatif, dan (2) merangsang perspektif sosial murid-murid. Dua prinsip ini
secara langsung diambil dari teori Kohlberg. Dalam mengajar, guru perlu
mengatur kegiatan belajar dalam suatu pola interaksi sosial. Langkah-langkah
pedagogis yang harus dilakukan untuk menumbuhkan penalaran moral, seni
bertanya, dan menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk perkembangan moral
(Reimer, Paolitto, dan Hersh, dalam Zuchdi, 2010: 58).
Peranan
guru, walaupun sangat terbatas, adalah penting sekali. Guru bertugas memimpin
kelas. Tugasnya yang paling utama ialah untuk melipatgandakan keadaan-keadaan
di mana perluasan gagasan-gagasan dan sentiment-sentimen bersama dapat
berlangsung secara bebas, untuk menghasilkan buah-buah positif, untuk
mengkoordinasi mereka, dan memberikan mereka bentuk yang stabil (Durkheim,
1990: 176).
Dalam hal
ini, peran guru sangat penting dalam penerapan pendidikan moral saat proses
pembelajaran dimana guru menjadi kunci pokok yang utama. Hal-hal yang diajarkan
oleh guru, akan menjadi panutan bagi siswanya. Saat guru mengajarkan hal-hal
yang baik maka akan menghasilkan output yang baik pula, begitu juga sebaliknya.
Perbuatan guru pun akan menjadi panutan bagi peserta didiknya. Apabila
perbuatan guru tersebut baik maka siswa akan menirunya, begitu pula sebaliknya.
Namun, jika perbuatan buruk yang ditiru oleh siswa maka itu akan sangat
berdampak buruk bagi siswa tersebut. Oleh karena itu, guru harus menjadi
teladan yang baik bagi peserta didiknya agar dapat mewujudkan peserta didik yang
bermoral baik.
Menurut
Lickona (dalam Zuchdi, 2010: 58) mengenai perilaku guru menyatakan bahwa guru
dalam mengajar di kelas harus berfungsi sebagai pengasuh, model (pemberi
teladan), dan mentor. Sebagai pengasuh, guru harus bisa mencintai dan
menghargai murid-murid, menolong mereka agar berhasil di sekolah, mengembangkan
kesadaran akan harga diri mereka, dan memperlakukan murid-muridnya secara
bermoral sehingga mereka dapat mengalami apa yang dimaksud dengan moralitas.
Guru juga harus menjadi model atau teladan sebagai orang yang beretika, yang
menunjukkan dalam perilakunya rasa hormat dan tanggung jawab yang tinggi baik
didalam maupun diluar kelas. Guru juga dapat memberi teladan dengan memberikan
perhatian pada moralitas dan melakukan penalaran moral melalui reaksi-reaksinya
terhadap kejadian-kejadian yang secara moral bermakna dalam kehidupan sekolah
dan kehidupan secara luas. Sebagai mentor, guru menyelenggarakan pembelajaran
dan bimbingan melaui penjelasan, diskusi kelas, bercerita, pemberian dorongan,
dan memberikan respons yang berupa koreksi jika murid-murid melukai perasaan
teman-teman mereka atau perasaan guru.
Dalam
proses belajar mengajar di kelas, guru tidak hanya mengajarkan mata pelajaran
yang diajarkan namun guru dapat menyisipkan pelajaran nilai-nilai moral kepada
siswa agar bukan pengetahuan akademik saja yang didapatkan tetapi juga
pengetahuan nilai-nilai moral. Dapat diartikan bahwa guru tidak hanya mengajar
tetapi juga mendidik. Mendidik disini berarti bahwa guru mengajarkan
nilai-nilai moral, sopan santun, etika yang baik kepada siswa. Guru tidak
sekedar menyampaikan konten pelajaran yang lebih mengedepankan aspek kognitif,
tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik yang diwujudkan dalam sebuah proses
dan aplikasi. Dalam praktek pembelajaran, guru tidak
monoton dilakukan dalam bentuk ceramah saja, melainkan lebih mengutamakan
kepada peneladanan diri dan pelatihan pembentukan karakter . Hal ini
dimaksudkan agar pada saat di lingkungan dalam maupun luar sekolah siswa dapat
berperilaku yang baik yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di sekolah
maupun di luar sekolah. Selain itu, guru juga dapat menjadi fasilitator bagi
siswa yang ingin mencurahkan masalahnya.
Beberapa
contoh penanaman nilai moral dalam proses pembelajaran IPA misalnya, dalam mata
pelajaran Biologi, guru tidak hanya memberikan hafalan mengenai anatomi tubuh,
tetapi juga mengajarkan bagaimana cara menghargai tubuh. Jika tubuh ini adalah
sesuatu yang berharga, wujud penghargaan tersebut adalah dengan tidak
menindiknya, mentatonya, melukainya, mengonsumsi narkoba dan alkohol, serta
tidak melakukan seks bebas. Dalam mata pelajaran fisika misalnya, ketika
melihat kestabilan alam semesta dengan hukum-hukum yang berkaitan dengannya,
peserta didik tidak hanya diajarkan mengenai rumus-rumus, tetapi juga diajarkan
untuk melihat dirinya sebagai komponen alam semesta ini, bahwa ia adalah sebuah
makhluk yang sangat kecil di alam ini, sehingga tidaklah pantas seorang manusia
memiliki sifat sombong. Dalam mata pelajaran Kimia, kita mengenal berbagai
unsur kimia penyusun alam semesta, peserta didik dapat diajarkan untuk memaknai
keselarasan dan keseimbangan unsur-unsur tersebut serta bagaimana menjaga
keseimbangan komposisinya di alam yang bisa menambah rasa syukur dan kagum atas
ciptaan Tuhan. Dalam kegiatan praktikum, ketika siswa dihadapkan pada sebuah
penelitian ilmiah, siswa dituntut untuk berpikir kritis dalam sebuah proses
yang panjang dan objektif terhadap apa pun hasil dari penelitian tersebut,
nilai-nilai kesetiakawanan dan kerja sama pun dilatih dalam bentuk kerja
kelompok.
Contoh-contoh
tersebut dapat diterapkan dalam mata pelajaran yang lain bukan hanya mata
pelajaran IPA saja, sehingga dalam proses pembelajaran guru tidak hanya
memberikan pengetahuan tentang mata pelajaran saja namun sekaligus menanamkan
nilai-nilai moral pada peserta didik tersebut.
Pengembangan
pemikiran moral perlu disertai dengan pengembangan komponen afektif. Dalam
proses perkembangan moral, kedua komponen tersebut, yaitu komponen kognitif dan
afektif sama pentingnya. Aspek kognitif memungkinkan seseorang dapat menentukan
pilihan moral secara tepat, sedangkan aspek afektif menajamkan kepekaan hati
nurani, yang memberikan dorongan untuk melakukan tindakan bermoral (Zuchdi,
2010:8).
Dengan
menggunakan aspek kognitif, seseorang dapat berpikir terlebih dahulu sebelum
bertindak dan dengan aspek afektif seseorang dapat menentukan perbuatan yang
baik dan buruk. Jadi, kedua aspek ini sangat penting dalam menentukan sebuah
tindakan agar tindakan yang diambil adalah sebuah keputusan yang tepat. Aspek
afektif dapat ditanamkan dengan meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena dengan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa maka kita akan
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, kita
dapat memilih hal yang baik dan yang buruk dalam bertindak.
Sebagai
contoh pentingnya karakter seseorang yang dilandasi dengan moralitas (aspek
afektif) daripada hanya sekedar pintar (aspek kognitif) tapi tidak terpuji
seperti halnya orang bersepeda. Seseorang akan menilai orang lain pandai
bersepeda apabila orang tersebut mempunyai pengetahuan tentang bersepeda dan
dapat mempraktekkannya. Artinya, ketika ia disuruh untuk bersepeda, ia bisa mengendarainya
dengan baik dan tidak terjatuh, bukan dinilai pintarnya dia menguasai teori
bersepeda, akan tetapi dia tidak bisa mengendarainya dan akhirnya terjatuh.
Demikian pula seseorang akan lebih
menghargai orang lain dalam hal sikap dan
perilakunya yang terpuji walaupun tidak
terlalu pintar daripada orang pintar akan tetapi
sikap dan perilakunya tidak baik. Ini menunjukkan betapa penting
sikap dan perlaku terpuji di hadapan manusia, terlebih di hadapan Tuhan.
Oleh
karena pentingnya pendidikan moral ini, maka guru harus dapat
mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran di Sekolah. Guru sebagai
pendidik harus dapat menanamkan nilai-nilai moral kepada siswa agar terbentuk
moral-moral yang baik pada siswa tersebut. Hal ini diharapkan agar siswa tidak
hanya menguasai aspek kognitif namun aspek afektif dan psikomotorik yang
diwujudkan dalam sebuah proses dan aplikasi.
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan
moral adalah suatu upaya dalam rangka membantu manusia (peserta didik)
untuk menanamkan nilai-nilai moral atau sopan santun, norma-norma
serta etika yang baik dalam kehidupan sehari-hari sehingga terbentuk individu
yang otonom, yang memahami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen untuk
bertindak secara konsisten.
Implementasi
pendidikan moral dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan cara, guru
tidak hanya mengajar namun juga mendidik artinya guru tidak hanya mengajarkan
mata pelajaran yang diajarkan namun guru dapat mendidik siswa melalui pelajaran
nilai-nilai moral agar bukan pengetahuan akademik saja yang didapatkan tetapi
juga pengetahuan nilai-nilai moral. Dengan demikian, guru tidak sekedar
menyampaikan konten pelajaran yang lebih mengedepankan aspek kognitif, tetapi
juga aspek afektif dan psikomotorik yang diwujudkan dalam sebuah proses dan
aplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
·
Durkheim, Emile. 1990. Pendidikan Moral. Jakarta: Erlangga.
·
Mansur, Amril. 2006. Implementasi Klarifikasi Nilai
Dalam Pembelajaran dan Fungsionalisasi Etika Islam. Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2006:
65-66.
·
Massofa. 2008. Pengertian Etika, Moral, Etiket. http://massofa.wordpress.com/
2008/11/17/pengertian-etika-moral-dan-etiket/. [29 Mei 2012].
·
Wahyudin, Dinn, dkk. 2009. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
·
Zuchdi, Darmiyati. 2010. Humanisasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Critikal Review (Komentar) :
Pendidikan
Moral merupakan suatu usaha untuk mengubah cara, perilaku dan tingkah laku
manusia yang sebelumnya menyimpang dari peraturan dan norma yang ada menjadi
lebih baik atau sesuai dengan peraturan dan norma yang berlaku di masyarakat. Jadi,
moral yaitu nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya di masyarakat. Moral juga merupakan etika yang bisa
mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajibannya.
Pada era
globalisasi saat ini marak sekali terjadi kerusakan moral peserta didik yang
disebabkan oleh kurangnya nilai – nilai pendidikan moral pada peserta didik,
seperti berbohong, menipu, perilaku menyontek di sekolah, melanggar peraturan
dan norma, maraknya terjadi pencurian, perampokan, pembunuhan, kenakalan
remaja, minuman keras, pemakaian obat – obat terlarang dan narkotika, seks
bebas, demonstrasi sampai tawuran antar pelajar. Sudah jelas hal mengancam
keselamatan fisik dan jiwa diri mereka dan orang lain. Untuk mengatasi hal
tersebut perlu di lakukan cara sedini mungkin agar tidak terjadi penyimpangan
dan kerusakan yang semkin parah. Dalam hal ini, pendidikan moral dapat menjadi
solusi dari permaslahan tersebut. Pendidikan moral memang sangat di butuhkan,
karena dengan adanya pendidikan moral, diharapkan (peserta didik) dapat
menerapkan nilai-nilai moral, sopan santun, norma-norma serta etika yang baik
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu dengan pendidikan moral kita bisa
menghadapi era globalisasi yang beraneka ragam ini dengan sangat hati – hati
karena dengan kita mempunyai moral, maka moral tersebut dapat menjadi filter
atau penyaring dalam diri kita sehingga kita dapat memilah – milah antara hal
yang baik dan buruk yang dapat masuk dalam diri dan kehidupan kita.
Pendidikan
moral biasanya diajarkan pertama kali dalam lingkungan keluarga, karena
keluarga merupakan orang terdekat sekaligus orang terpenting di kehidupan kita,
karena dari keluargalah kita bisa belajar sedini mungkin. Seperti pendidikan
atau pengajaran yang di ajarkan oleh kedua orang tua kita juga anggota keluarga
lainnya. Dan sebaiknya pendidikan moral di ajarkan sedini mungkin pada anak
supaya anak sudah terbiasa bersikap baik, bertutur kata halus dan sopan santun
terhadap sesama. Selain orang tua atau anggota keluarga sebagai faktor
pembentukan moral anak, ada beberapa faktor lain yang juga berpengaruh terhadap
pembentukan moral anak yakni lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Seperti yang
telah di sebutkan di atas bahwa sekarang ini banyak sekolah – sekolah yang para
gurunya hanya sekedar menyampaikan
pelajaran yang lebih mengedepankan materi dan aspek kognitif saja, tetapi
seharusnya juga mengedepankan aspek afektif dan psikomotorik yang lebih
mengutamakan kepada peneladanan diri dan pelatihan pembentukan karakter bagi
peserta didik sehingga peserta didik bisa berperilaku baik dan sopan santun
saat berada di dalam atau di luar sekolah juga di dalam keluarga dan masyarakat
di mana saja. Sebagai implementasi dari pendidikan moral dalam proses kegiatan
belajar mengajar di kelas para guru tidak sekedar menerangkan materi atau
pengetahuan akademik saja, tetapi guru juga bisa memberikan pendidikan dan pembelajaran
tentang nilai-nilai moral kepada siswa, agar siswa juga bisa mendapatkan
pendidikan dan pengetahuan tentang nilai-nilai moral sekaligus mengerti bagaimana
cara berakhlak yang baik, bertutur kata yang baik dalam bergaul, tolong
menolong antar sesama, sopan santun dan menghormati orang yang lebih tua.
Selain
itu, sebagai implementasi dari pendidikan moral dalam proses pembelajaran bisa
juga dengan menerapkan sistem kerja kelompok di dalam kelas yang tujuannya agar
peserta didik bisa bekerja sama dengan sesama teman dan menumbuhkan rasa setia
kawan, saling membantu satu sama lain dan saling menghargai antar sesama teman.
Oleh karena itu, sekolah dapat menjadi tempat dalam menanamkan pendidikan moral
ini. Guru dapat mengajarkan dan mengimplementasikan pendidikan moral ini dalam proses
pembelajaran di kelas. Hal ini ditujukan agar siswa selain mendapatkan
pengetahuan akademik atau kognitif siswa juga mendapatkan pengetahuan moral
atau afektif dan psikomotorik yang baik.
Selain
dari implementasi pendidikan moral dalam proses pembelajaran di kelas, bisa
juga diterapkan dalam proses pembelajaran diluar kelas, yakni melalui kegiatan
ekstrakulikuler di sekolah seperti di dalam organisasi diadakan sosialisasi
atau seminar mengenai pentingnya pendidikan moral dalam proses pembelajaran
baik di dalam maupun di luar kelas atau sekolah. Selain di dalam keluarga dan
sekolah faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan moral anak yakni di
lingkungan masyarakat, yang tentunya lingkungan masyarakat yang baik serta mendukung
pembentukan moral pada anak seperti melalui kegiatan pengajian, sukarelawan
bencana alam dan kegiatan karang taruna atau remaja masjid yang ada di
masyarakat desa. Melalui kegiatan – kegiatan positif tersebut, di harapkan
pembentukan karakter dan moral anak menjadi lebih baik dari yang sebelumnya.
Selain dari
implementasi pendidikan moral dalam proses pembelajaran di sekolah, peran para
guru di kelas dan di sekolah sangatlah penting karena apapun yang di ajarkan
oleh guru akan menjadi panutan dan contoh bagi siswa – siswinya. Jika guru
mengajarkan hal – hal yang baik maka siswa – siswinya akan mencontoh perbuatan
baik tersebut, begitu juga sebaliknya. Peran guru di dalam kelas harus
berfungsi sebagai pengasuh dan fasilitator, pemberi panutan atau contoh dan
sebagai motivator. Sebagai pengasuh dan fasilitator, yakni guru harus bisa
menghargai dan menolong siswa – siswinya jika ada yang mengalami kesulitan, sekaligus
sebagai tempat untuk mencurahkan suatu permasalahan yang di hadapi dengan
mengembangkan kesadaran moralnya, sehingga mereka bisa mengerti tentang
moralitas di dalam diri. Guru harus bisa menjadi seorang panutan atau contoh
bagi siswa – siswinya, sebagai orang yang mempunyai etika di hadapan orang lain
dan di depan siswa – siswinya dan juga mempunyai rasa hormat dan tanggung jawab
yang tinggi terhadap tugas yang di bebankan kepadanya. Guru juga dapat
memberikan pembelajaran moralitas yang ada di kehidupan sehari – hari. Dari
situlah siswa – siswinya dapat mencontoh perbuatan dan moral yang baik dari
seorang guru. Guru juga harus bisa
menjadi seorang motivator bagi siswa – siswinya, guru memberikan motivasi,
arahan dan semangat dalam pembelajaran di kelas, bisa berupa bimbingan dan
pemberian dorongan agar mereka dapat terus giat belajar. Dengan giat belajar
maka pembentukan moral disiplin akan terbentuk karena mereka tidak akan pernah
menyia – nyiakan waktu luangnya untuk meninggalkan belajar.
Dalam
proses pembelajaran di kelas, guru tidak hanya mengajarkan materi saja tetapi
guru juga memberikan pendidikan tentang nilai – nilai moral. Dengan kata lain
guru tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik siswa - siswinya, seperti
mengajarkan nilai – nilai moral, sopan santun dan etika yang baik. Dengan modal
proses pembelajaran yang demikian itu, maka proses pembelajaran di kelas akan lebih
mengutamakan pada peneladanan diri dan pelatihan pembentukan karakter bagi
siswa – siswinya.
Pentingnya
pendidikan moral dan karakter bagi seseorang adalah apabila seseorang mempunyai
sikap dan perilaku yang terpuji walaupun dia tidak terlalu pandai, maka orang
tersebut akan di hargai oleh orang lain. Tetapi sebaliknya meskipun orang
tersebut sangatlah pandai tetapi dalam sikap dan perilakunya tidak terpuji maka
orang tersebut tidak akan di hargai oleh orang lain. Inilah yang menunjukkan
betapa pentingnya sikap dan perbuatan terpuji yang di dapat dari pentingnya
menanamkan pendidikan moral dan pembentukan karakter bagi siswa – siswi di
sekolah.
Seperti
yang kita ketahui tentang betapa pentingnya pendidikan moral ini, maka implementasi
pendidikan moral dalam proses pembelajaran di sekolah yang harus di lakukan
oleh para guru adalah dengan cara guru tidak hanya mengajarkan mata pelajaran
yang diajarkan, tetapi guru juga mendidik siswa melalui pelajaran nilai-nilai
moral agar tidak hanya pengetahuan akademik saja yang didapatkan tetapi juga
pengetahuan nilai-nilai moral. Dengan demikian, guru tidak sekedar menyampaikan
konten pelajaran yang lebih mengedepankan aspek kognitif, tetapi juga aspek
afektif dan psikomotorik yang diwujudkan dalam sebuah proses dan aplikasi.
Oleh
karena itu guru sebagai pendidik sekaligus sebagai teladan bagi siswa –
siswinya harus dapat menanamkan nilai-nilai moral bagi peserta didiknya agar
dapat mewujudkan peserta didik yang bermoral baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar